Untuk Bulan Ini Saya suguhkan Cerita Cinta dan Ini akan Online selama Sebulan Penuh Silahkan Nikmati dan semoga bermanfa'at
Cinta
Yang Terlupakan
Ardiannur Ar-Royya
1
Senja
mengintip malu dibalik garis-garis indah langit. Sang bulan menggantikan
peranan sang matahari bertahtakan di langit untuk menemani manusia mengarungi
kegelapan malam. Malam pun agaknya tersenyum mesra pada angin-angin malam yang
kian malam semakin menunjukkan keganasannya untuk menembus kulit-kulit manusia
dan membuat manusia merasa kedinginan.
Begitu
hebatnya penciptaan di langit dan bumi sungguh mengungkapkan bagaimana besarnya
rasa cinta dari Sang Pencipta akan ciptaanNya. Sungguh, tanpa rasa cinta maka
seluruh alam semesta ini tentulah akan hancur, binasa tanpa bekas.
Cinta
begitu indah namun juga bisa jadi begitu menyakitkan, ia punya seribu wajah
yang tentulah akan berbeda wajahnya oleh setiap orang yang memandangnya. Cinta
hadir tanpa bisa dicegah karena ia adalah fitrah. Namun, begitu banyak
mereka-mereka yang mendapati wajah cinta begitu menyakitkan. Hal yang wajar
karena mereka tidaklah mendapati wajah cinta yang sejatinya sangat indah. Kesuciannya
yang dinodai membuatnya berwajah menyakitkan jika dipandang.
Cinta,
dimanakah sejatinya ia?
“Kau,
apa benar-benar yakin ingin menyatakan perasaanmu padanya?” tanya Haris pada
sahabatnya itu.
“Tentu,
aku sudah begitu lama memendam perasaanku ini, mungkin bisa dibilang aku sudah
sangat-sangat mencintainya!” jawab Rafi.
“Tapi,
apakah itu yang terbaik?”
“Tentu,
apa salahnya aku menyatakan perasaanku padanya? Apalagi aku sudah sangat
mencintainya, aku yakin ia pun mempunyai perasaan yang sama denganku!”
“Bagimu,
cinta itu apa?” tiba-tiba Haris bertanya.
“Cinta
adalah ketika kita merasa sangat bahagia berbicara, dekat bahkan hanya sekedar
melihat seseorang yang spesial. Begitu spesialnya hingga kita ingin selalu
bersamanya dan pikiran kita selalu memikirkannya. Intinya bagiku mencintai
seseorang itu pasti sangat membahagiakan!” jawab Rafi mantap.
“Raf,
atas alasan apa kamu berani mengatakan kalau kamu benar-benar mencintainya?
Darimana datang perasaan itu dan karena apa?” tanya Haris lagi.
“Tentu
karena ia baik, pintar, rajin, lembut sifatnya dan sangat cantik! Namun, masih
banyak lagi sifat-sifat yang ada pada dirinya yang menjadi alasanku untuk
mencintainya. Kau pun pasti sudah bisa melihatnya kan?”
“Tapi,
apa cukup hanya dengan alasan itu kita mengatakan cinta?”
“Sudah,
sudah! Tidak penting cukup atau ga karena bagiku alasan-alasanku tadi sudah
lebih dari sekedar cukup! Pokoknya, besok aku akan menyatakan perasaanku ini
padanya! Ok?”
“Tapi,….”
Haris ingin melanjutan perkataannya, namun keburu dipotong oleh Rafi.
“Sekarang
kita tidur saja, sudah saatnya istirahat, lagipula aku ingin hari esok cepat
datang!” potong Rafi sembari mematikan lampu kamar mereka sehingga kamar mereka
pun gelap gulita dan akhirnya Rafi pun tidur, meninggalkan Haris yang masih
sibuk berpikir.
“Aku,
masih belum bisa menemukan arti cinta yang sebenarnya!” gumamnya dalam hati.
Keras ia berpikir untuk mencari makna sebuah kata yang mungkin saja bisa dicari
di kamus besar Bahasa Indonesia, yaitu “cinta”. Namun, ia pun terlelap memasuki
dunia mimpi tanpa ada yang bisa mencegahnya. Mungkin, berpikir untuk mencari
jawaban yang sulit untuk dicari membuatnya lelah dan akhirnya tertidur.
Itulah
kehidupan mereka, Haris dan Rafi. Mereka berdua sudah bersahabat sejak duduk di
bangku kelas XII SMA, dan sekarang kedua sedjoli ini pun kembali bersama-sama
menempuh dunia perkuliahan di sebuah kota pelajar di Indonesia. Saking kuatnya
ikatan persahabatan mereka hingga membuat mereka mengambil Universitas yang
sama walau jurusan yang berbeda, Haris berada di jurusan Matematika sedangkan
Rafi di jurusan Fisika. Tidak terlampau jauh memang, itulah kenapa begitu
menyenangkan bagi mereka.
Haris
hadir dengan sosok seorang yang kalem dan agak dingin walau sebenarnya supel.
Sedangkan Rafi hadir dengan sosok seorang yang sangat ramai, aktif dan sangat
mudah bergaul serta gaya bicara yang bisa dibilang ceplas-ceplos. Haris di
awal-awal perkuliahannya, ia mulai mencoba aktif di Lembaga Dakwah Kampus.
Walau sebenarnya ia benar-benar baru saja memasuki dunia yang kental dengan
nuansa islam, karena sejak dulu ia tidak pernah dan bisa dibilang jauh dengan
nuansa keislaman. Lain lagi dengan Rafi, ia memang orang yang bisa dikatakan
hanya sedikit memiliki nuansa keislaman. Ia memang shalat, puasa, dan lainnya
namun jika orang yang memahami pasti lah tahu bahwa sikap Rafi sangat kurang
islami. Itulah mereka, dua sahabat yang mungkin banyak kesamaan namun juga
banyak perbedaan di antara mereka.
Malam
ini, Rafi menyampaikan niatnya untuk menyatakan perasaanya kepada seorang gadis
yang memang sudah sejak awal ia berkuliah, sudah disukainya. Devi nama gadis
itu, gadis yang bisa dibilang mampu menjadi primadona kampus di
semester-semester ke depan. Tak bisa dipungkiri, gadis satu ini memang sangat
baik sifatnya, sopan, ramah dan juga lembut. Selain itu ia juga sangat pintar
dan rajin juga tentu sangat cantik hingga wajarlah jika kaum adam yang tidak
punya perlindungan kokoh akan hancur akibat serangan sejuta pesona yang ada
pada dirinya. Pun dengan Rafi, ia bisa dikatakan salah seorang dari kaum adam
yang tidak punya pertahanan kuat itu. Dan besok, di kampus ia akan menyatakan
perasaannya itu pada sang gadis.
Kini
semrawut wajah sang rembulan masih saja dengan setia menemani malam, sang angin
semakin lama semakin tidak kenal belas kasihan untuk membuat orang-orang merasa
kedinginan di malam itu. Bintang pun bergantungan indah di langit seraya
tersenyum nakal dengan kelap-kelipnya yang mampu menghipnotis siapapun yang
melihatnya akan keindahannya. Malam makin larut dan berbagai aktivitas manusia
pun ditangguhkan untuk diteruskan keesokan harinya.
≡|||≡
Pagi
menghampiri bumi sekali lagi, matahari kembali melaksanakan tugasnya setelah
semalaman penuh sang bulan yang menggantikannya bertugas. Namun, pagi hari ini
cahaya matahari tidak bisa bertemu dengan bumi seutuhnya. Sang awan yang
membatasi antara matahari dan jantung bumi sepertinya sedang bersedih hari ini.
Di angkasa, yang ada hanyalah awan mendung dan sepertinya sebentar lagi sang
awan pun akan meluapkan kesedihannya dengan tangisan hujan yang banyak.
Kampus
pagi ini sudah mulai ramai,wajarlah karena kegiatan kampus ini tidak pernah
mati. Jika malam ada saja yang bermalam di kampus, baik itu di mesjidnya,
sekretariat-sekretariat UKM ataupun para mahasiswa yang datang ke kampus untuk
sekedar menggunakan fasilitas hotspot. Dan jika pagi telah datang maka kegiatan
perkuliahan pun kembali meramaikan kehidupan di kampus itu. Kehidupan dua orang
sahabat itu pun juga dimulai pagi ini, terutama pagi yang sangat mendebarkan
bagi Rafi.
Pagi
itu, sesuai pernyataannya malam tadi kepada sahabatnya bahwa ia akan menyatakan
perasaannya pada Devi. Dan itu pun benar-benar ia lakukan, tanpa merasa
canggung, ia mengirim sebuah sms kepada Devi yang meminta gadis itu untuk
menemuinya karena ia ingin menanyakan mengenai mata kuliah yang tidak ia
mengerti. Kebetulan, Rafi dan Devi berkuliah di jurusan yang sama yaitu di
jurusan Fisika, jurusan yang konon lebih susah dan rumit daripada jurusan
matematika walaupun sama-sama bergelut dengan angka-angka.
Sebenarnya
Rafi dan Devi kadang-kadang masuk kuliah di kelas yang sama, namun pagi ini
jadwal Rafi dan Devi berbeda sehingga mereka pun tidak masuk pada kelas yang
sama pada mata kuliah Fisika Lanjutan pagi tadi. Hal inilah yang membuat ia
harus mengirim sms kepada Devi untuk bertemu dan kemudian menyatakan
perasaannya kepada gadis itu.
Tak
lama, Devi datang bersama seorang teman perempuannya. Mereka berjanji bertemu
di gazebo jurusan kimia dan kebetulan kondisi di sana saat itu sedang sepi,
hanya ada satu-dua orang yang sedang sibuk dengan laptopnya yang mungkin sedang
mengerjakan tugas. Situasi seperti inilah yang sangat pas, walau ternyata Devi
datang bersama seorang temannya sementara Rafi berharap Devi sendirian yang
datang untuk menemuinya. Tapi, tidak apa-apa, toh bagi Rafi keberadaan temannya
Devi itu pun tidak banyak menggangu untuknya menyatakan isi hati kepada Devi.
Dan
benar saja, setelah sedikit berbasa-basi menanyakan bagian mata kuliah yang
tidak ia mengerti, pembicaraannya pun mulai melenceng dan menjauh dari
pembicaraan mengenai mata kuliah yang tidak ia mengerti itu. Puncaknya, ia pun
menyatakan isi hatinya kepada gadis yang menjadi mungkin akan menjadi primadona
kampus itu, dengan lugas, tegas dan langsung.
Lalu,
bagaimana dengan Devi? Ya, tak bisa dipungkiri awalnya pun ia sangat terkejut,
raut wajah keterkejutan terlukis jelas pada wajahnya yang justru membuatnya
semakin tampak manis dan cantik. Namun, tak lama ia pun berhasil menguasai
dirinya sembari memandang kedua mata laki-laki yang baru saja menyatakan
perasaan kepadanya dengan lekat.
Sang
laki-laki hanya menunggu tanpa sepatah kata pun, kesunyian pun begitu pekat tak
tergubris oleh apapun. Hening seolah menjadi penguasa dunia, dunia antara Rafi
dan Devi bahkan teman perempuan Devi yang duduk di sampingnya pun bagai
terhipnotis dan terperangkap oleh dunia hening yang sedang berkuasa di sana.
Hanya
satu yang bisa menampikkan kekuasaan keheningan itu, yang bisa menghancurkan
cengkramannya dan mengembalikan suara-suara dari alam. Hanya satu yang bisa,
Devi. Tanda dari Devi lah, apapun itu yang mampu menghancurkan hegemoni
keheningan itu seperti layaknya penerapan syariat Islam yang kaffah lah yang
hanya bisa menghancurkan hegemoni kapitalisme sekarang.
Lalu,
tanda seperti apakah yang akan dilukiskan oleh Devi? Apakah penolakan atau
sebuah penerimaan?
Sedang
Rafi dengan sangat gugup menunggu jawaban dari gadis pujaannya itu. Antara
kebahagiaan dan juga ketidaksiapan, itulah yang dirasakannya!
Apa
yang akan terjadi? Benarkah apa yang dicari dan mungkin akan didapatkan oleh
Rafi adalah “cinta sejati?” Cinta yang akan menampakkan wajah terindahnya pada
siapapun yang menjaga kesuciannya atau justru ia akan menunjukkan wajah
terburuknya kepada siapapun yang menodai kesuciannya?