Sabtu, 01 Desember 2012


Cinta Yang Terlupakan
Ardiannur Ar-Royya


2
Tiba-tiba, seuntai senyuman manis datang tanpa diduga dari wajah manis Devi. Sungguh tak bisa dipungkiri, senyumnya benar-benar mempunyai kekuatan untuk menghipnotis setiap kaum adam yang melihatnya. Tak terkecuali dengan Rafi, ia pun benar-benar terpesona dengan senyuman yang terlukis di wajah Devi. Namun, bukan hanya itu yang membuatnya bahagia, tapi senyuman dari Devi baginya sudah cukup menjadi tanda akan respon dari Devi. Dan benar saja, sembari tersenyum kepada Rafi ia pun menganggukkan kepalanya tanda ia memang menerima perasaan Rafi. Memang tidak salah, karena Rafi pun sebenarnya juga adalah seorang pemuda yang tampan dan karena sikapnya yang mudah bergaul membuatnya banyak disukai dengan teman-temannya, pun termasuk dengan para gadis. Sehingga Rafi memang sangat cocok jika bersanding dengan Devi, dilihat dari ketampanan dan kecantikan mereka berdua serta keadaan diri mereka masing-masing.
Hening pun pergi menjauh dari mereka berdua, tak sanggup bertahan di dunia mereka berdua yang sekarang penuh dengan rasa bahagia, bahagia karena perasaan mereka berdua yang saling bersambut. Namun, tidak ada yang tahu bahwa ternyata dunia mereka berdua juga disisipi oleh virus jahat yang terkadang tidak bisa terdeteksi dengan mudah. Virus yang kian lama akan menjangkiti seluruh diri mereka dan pada akhirnya benar-benar merusak diri mereka sendiri. Entah, bisakah mereka berdua menyadari dengan sendirinya atau justru tenggelam dalam keganasan virus tersebut. Tidak ada yang tahu!
Bagi Rafi dan Devi, hal ini sangat menyenangkan.
Pada awalnya mungkin, tapi hingga akhir? Sama sekali tidak ada yang akan tahu!
|||
Sementara itu, di bagian kampus yang lain, jauh dari dunia kebahagiaan Rafi dan Devi. Sahabatnya, Haris sedang berada di mesjid kampus yang terletak tepat di tengah-tengah wilayah kampusnya. Seusai melaksanakan shalat dhuha, sambil duduk di halaman mesjid yang rimbun dengan pohon-pohon menjulang tinggi menantang langit, ia membaca sebuah buku berjudulkan “Nizhamul Ijtima’i” atau “Sistem Pergaulan dalam Islam”. Di samping kanannya tergeletak sebuah buku berjudul “Jalan Cinta Para Pejuang” yang kelihatan belum dibacanya karena buku itu masih terbungkus plastik dengan rapi.
Hari ini ia memang sedang tidak ada kuliah karena memang tidak ada satu pun mata kuliah yang terjadwalkan masuk hari ini, jadi ia memang bebas dari kuliah saat itu. Hanya saja, pagi ini ia ada janji dengan kakak tingkatnya dan beberapa orang temannya untuk bersama-sama pergi ke sebuah OMEK (Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus) dalam rangka menyampaikan pemikiran mengenai penolakan terhadap kedatangan Presiden Amerika Serikat, Barrack H. Obama. Sebenarnya mereka adalah wakil dari Lembaga Dakwah Kampus Syariah Fighter (LDK Syafi) dan kebetulan hari ini mereka mendapat tugas untuk bersilaturahim ke lembaga HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia) untuk menyampaikan wacana tersebut.
Tak lama, teman-temannya yang satu kelompok halaqah dengannya pun berdatangan hingga terkumpul lah lima orang disana. Kini mereka tinggal menunggu musyrib mereka yang akan menjadi amir dalam agenda audiensi kali ini. Sambil menunggu kedatangan musyrib mereka, perbincangan pun terjadi di antara mereka. Sedangkan Haris masih saja sibuk berkutat dengan halaman demi halaman pada buku yang dibacanya yakni buku berjudul Peraturan Pergaulan dalam Islam tadi.
Tiba-tiba, sebuah ucapan salam menghentikan seluruh kegiatan mereka selama sepersekian detik. Dan ternyata yang mengucapkan salam adalah musyrib mereka. Beliau hadir dalam balutan baju koko berwarna biru dengan garis-garis motif daun yang menyatu lembut berwarna biru muda serta memakai celana panjang kain berwarna hitam dilengkapi dengan peci berwarna hitam di kepalanya. Secara bergantian, Haris dan teman-temannya yang lain pun bersalaman dengan beliau seraya tersenyum satu sama lain.
Penampilan beliau yang begitu menyejukkan hadir dari pesona wajahnya yang begitu teduh dan bersahaja, serta tanda hitam di dahi beliau yang menunjukkan beliau adalah seorang ahli sujud. Dan jika itu hanya sekedar tampilan fisik, maka ketika orang-orang berinteraksi dengannya dan kenal dengan dirinya pasti akan merasakan pancaran keistimewaan pada sifat dan akhlaknya juga keideologisannya dalam berazzam kepada din Islam. Itulah kenapa beliau begitu disukai oleh teman-temannya, baik teman-teman seangkatan beliau di kampus, adik-adik angkatan termasuk Haris dan teman-temannya ataupun kakak-kakak angkatan beliau.
“Bagaimana, antum-antum sudah siap?” memulai pembicaraan di antara mereka
“Sudah Ust, Insya Allah!” jawab Haris
“Baiklah, kita sekarang langsung pergi ke sana, masih ada kira-kira waktu sekitar 15 menit untuk perjalanan ke sana sebelum waktu yang dijanjikan”
“Baik Ust!” jawab mereka bersamaan sembari membereskan barang-barang dan tas mereka
Dan setelah semua persiapan selesai, mereka pun berangkat ke tempat pertemuan. Letak tempat pertemuan itu memang tidak terlampau jauh dari mesjid kampus, terletak di luar lingkungan kampus yang dibatasi oleh sebuah pintu kecil yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan bermotor, hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.
Sambil berjalan menuju tempat pertemuan, mereka pun membicarakan dan menentukan target yang ingin dicapai serta wacana-wacana inti apa saja yang akan disampaikan pada pertemuan nanti. Intinya adalah mereka ingin mencari tahu bagaimana tanggapan teman-teman HMI dan menyampaikan wacana mengenai penolakan Obama.
Tak lama, akhirnya mereka pun sampai di tempat pertemuan. Teman-teman HMI sudah menunggu mereka dan sambutan hangat pun diberikan kepada rombongan mereka. Setelah bersalaman dengan semua orang yang ada, akhirnya mereka pun duduk beralaskan karpet berwarna hijau dan menunggu dimulainya acara audiensi kali ini.
Kemudian acara pun dibuka oleh pembukaan dan kata pengantar dari moderator yang berasal dari teman-teman HMI, selanjutnya rombongan Haris pun dipersilahkan menyampaikan pemikirannya atas wacana penolakan Obama tersebut dan pembicara pertama dari rombongan mereka adalah ust mereka, Kak Shafy. Diawali dengan salam, kata-kata pembuka dan ucapan terimakasih karena bersedia menerima kedatangan mereka, Kak Shafy pun mulai menyampaikan pemikiran mereka.
“Iya, jadi sebenarnya sudah jelas bagaimana status dari Barrack H. Obama itu sendiri. Jika berbicara aspek hukum syara maka ia masuk dalam kategori kafir Harbi fi’lan yakni golongan kaum kafir yang wajib dimusuhi karena mereka pun memusuhi kaum muslim. Sehingga kewajiban untuk memerangi mereka pun secara otomatis terikat pada kaum muslim. Jika seperti itu, tentu tidak pantas jika kita menerima seorang kafir harbi yang sebenarnya wajib diperangi justru kita terima kedatangannya bahkan disambut dengan sangat antusias. Di sisi lain, kita pun melihat bagaimana kebijakan dari Presiden AS ini yang sangat menyukai perang. Bagaimana faktanya pasukan AS yang tidak pernah ditarik dari negara-negara muslim di timur tengah seperti Iran, Afghanistan, Palestina, dan lain sebagainya atau seperti penjara guantanamo tempat terjadinya pelecehan dan penghinaan terhadap Al-Qur’an yang tidak pernah ditutup hingga sekarang seperti janji Presiden Barrack H. Obama pada saat kampanye dahulu. Jadi, kami dari LDK Syariah Fighter bahwa Presiden Barrack H. Obama wajib dan harus ditolak kedatangannya karena ia termasuk dalam kategori kafir harbi dan tangannya sudah berlumuran dengan darah kaum muslim. Itu dulu mungkin yang ingin kami sampaikan, silahkan jika ada tanggapan dari teman-teman yang lain!” jelas Kak Shafy panjang lebar.
Itulah kemudian akhir dari kalimat pembuka yang disampaikan oleh Kak Shafy terkait dengan wacana dan pemikiran untuk menolak kedatangan Obama. Selanjutnya moderator pun mempersilahkan dari teman-teman HMI jika ada tanggapan, dan tiba-tiba seorang teman dari HMI pun menyampaikan pemikirannya.
“Terima kasih atas kesempatannya. Mungkin apa yang saya sampaikan ini lebih bersifat pertanyaan yakni apakah teman-teman LDK Syariah Fighter tidak melihat sisi dan sudut pandang lain dari kedatangan Obama ke Indonesia ini misalkan seperti aspek ekonomi. Tidak bisa ditepiskan bahwa kedatangan Obama juga membawa beberapa agenda perjanjian dan memperbaiki kerjasama antara Indonesia dan Amerika. Tentu ini menjadi sebuah kabar baik dan bagus untuk Indonesia, karena disatu sisi Indonesia masih merupakan sebuah negara berkembang yang memerlukan banyak bantuan dari negara-negara yang sudah maju untuk memperbaiki perekonomiannya dan tentu ini sangat baik bagi Indonesia. Bagaimana jika kita melihat aspek ini?”
Haris pun angkat bicara…
“Memang kedatangan Obama ke Indonesia terdapat muatan politisnya, hal ini tentu tidak bisa dipungkiri. Ada wacana memang bahwa kedatangan Obama ke Indonesia juga ingin memperbaiki perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam hal perekonomian. Tentu ini sangat pentig bagi Indonesia untuk memperbaiki dan meningkatkan perekonomiannya yang sangat rendah kekuatannya. Namun, kami dari LDK Syariah Fighter tidaklah berpendapat seperti ini karena bagi kami apa yang terjadi termasuk masalah rendahnya kekuatan ekonomi yang dimiliki Indonesia ini ternyata mempunyai akar dan inti permasalahan lain, yakni diterapkannya sistem Kapitalisme dalam ekonominya dan juga pasar bebas dalam mekanisme perjalanan uang dan kekayaan yang ada. Karena inilah sesungguhnya Indonesia menjadi lemah perekonomiannya, yang tentu sangat aneh dan tidak etis jika Indonesia yang merupakan negara dengan sumber daya alam yang berlimpah menjadi miskin dan lemah dalam hal perekonomiannya. Ambil kasus freeport, pengerukan emas di Irian Jaya sana dilakukan oleh perusahaan asing ini selama lebih dari puluhan tahun. Anehnya, pembagian keuntungannya adalah 90 persen bagi asing dan 10 persen bagi Indonesia, ditambah lagi dengan keuntungan bagi hasil yang bagi Indonesia hanya mendapatkannya sebesar 10 persen saja harus dibebani lagi dengan tanggung jawab akan biaya produksi dan perawatan-perawatan alat-alatnya jika ada kerusakan. Kasus di Exxon Mobile pun bisa jadi salah satu bukti lain bahwa Indonesia ternyata telah dieksploitasi oleh asing dan membuatnya miskin di negaranya sendiri. Dan karena semua itu adalah dampak dari diterapkannya sistem ekonomi Kapitalisme maka kami pun yakin bahwa perjanjian ekonomi dari Obama tidak akan menyelesaikan permasalahan ekonomi Indonesia bahkan bisa jadi justru malah memperparah keadaan ekonomi Indonesia. Jikapun kita ingin benar-benar menghilangkan permasalahan ekonomi yang ada maka kita harus hancurkan sistem perekonomian kapitalisme yang saat ini tengah diterapkan pada sistem perekonomian Indonesia.”
Kemudian, temannya yang lain menambahkan…
“Kita sadar bahwa kedatangan Obama penuh dengan muatan politis dan memang ada “semacam” keinginan baik katanya dari Obama untuk memperbaiki perjanjian ekonomi dengan Indonesia. Namun, apakah kita sadar dan telah melihat bagaimana sepak terjang seorang Obama atau AS dalam kehidupan berpolitik, ekonomi di dunia? Lihat, mereka terus saja memerangi dan menjajah negara-negara Islam lain, mengeruk kekayaan mereka, dan lainnya. Tidak ada yang namanya sikap baik yang dilakukan AS kepada negara-negara Islam di dunia dalam sejarah manapun. Dan tentu, Indonesia juga merupakan sebuah negara Islam yang mayoritas penduduknya beragama Islam sehingga bagi Obama jika ia mampu mengendalikan Indonesia maka kebijakan imperialismenya ke negara-negara Islam lain pun akan mudah dikarenakan kebanyakan negara-negara muslim di timur tengah berharap banyak pada Indonesia untuk bisa menyelamatkan dan memperbaiki keadaan mereka saat ini. Sehingga mengendalikan Indonesia sangatlah penting bagi AS agar gelombang kebangkitan Islam bisa diredam dengan baik terutama dari Indonesia. Pada intinya, tidaklah ada “itikad” baik dari Obama untuk negara-negara muslim di dunia termasuk Indonesia.”
Diskusi dan saling tukar pikiran di antara mereka terlihat semakin bertambah hidup, dengan suasana yang santai dan tetap bersahabat tanpa ada suasana panas sedikitpun. Tak terasa sudah lebih dari satu jam mereka berdiskusi namun belum ada tanda-tanda untuk menghentikan diskusi itu. Ketika ada dari salah seorang dari teman-teman HMI melontarkan wacana baru terkait isu penolakan Obama ini maka diskusi pun berlanjut.
“Jikalau kita berbicara masalah kedatangan Obama dan penolakannya seperti masih sangat jauh dari yang namanya realisasi dari apa yang kita wacanakan saat ini. Walaupun kita sudah sangat menolak kedatangan Obama, tetap saja kita hanya mempunyai kesempatan yang sangat kecil untuk menghalangi kedatangannya bahkan bisa jadi tidak mungkin kita bisa menghalanginya. Karena itu, jika melihat hal ini, kenapa kita tidak mengambil alternatif lain saja yakni dengan jalan diplomasi dan diskusi dengan Presiden Amerika Serikat itu. Dalam diskusi kita jelaskan bagaimana pandangan kita mengenai serangan-serangan tentaranya terhadap negeri-negeri umat Islam dan memintanya untuk menghentikannya, kita sampaikan pula bagaimana pandangan Islam terkait permasalahan yang ada di dunia saat ini. Bukankah dengan cara begini lebih baik dan lebih ahsan karena tanpa menumpahkan darah sedikitpun?” pendapat yang disampaikan oleh salah seorang dari teman HMI yang lainnya.
Kali ini, respon dari LDK Syariah Fighter diberikan oleh seorang temannya Haris yang duduk tepat di sebelah kirinya.
“Iya, sebenarnya jika terkait permasalahan diplomasi yang “katanya” menjadi salah satu jalan keluar akan permasalahan-permasalahan yang saat ini tengah dihadapi oleh negeri-negeri Islam tentu kita sudah bisa sadar akan fakta yang selama ini berbicara tentang diplomasi itu sendiri. Kita sudah melihat dan mengetahui bahwa selama ini diplomasi sudah sering dilakukan, sudah sering dicanangkan, dan sudah sering ditawarkan kepada negara-negara yang menyerang dan bersengketa dengan negeri-negeri kaum muslim namun hasilnya nihil tanpa ada kemajuan sedikit pun terhadap permasalahan yang ada. PBB, Liga Arab, Lembaga-lembaga HAM, dan lain sebagainya tidaklah memberikan hasil dan keberuntungan yang berarti bagi negeri-negeri kaum muslim yang diinvansi bahkan cenderung hasil dari diplomasi itu sendiri justru lebih melenggangkan jalan sang penjajah untuk menginvansi negeri-negeri kaum muslim itu sendiri. Tentu ini adalah fakta yang dapat menjadi kesimpulan bagi kita bahwa diplomasi tidak lah bisa menyelesaikan masalah yang ada. Diplomasi hanya sekedar dijadikan alat untuk lebih menanamkan intervensi asing dan musuh-musuh Islam terhadap negeri-negeri muslim yang ada itu sendiri. Selain itu pun sesungguhnya Obama tidak layak, sama sekali tidak layak untuk diterima dengan sikap dan sambutan yang baik karena status seorang Obama yang tadi sudah disampaikan pada awal diskusi kita juga fakta-fakta yang telah dilakukannya terhadap kaum-kaum muslim di dunia.”
Haris pun menambahkan untuk terakhir kalinya.
“Baik, sedikit saya ingin menambahkan berkaitan dengan permasalahan diplomasi tadi, maka untuk sementara saya ingin mengajak teman-teman berpikir mengenai sebuah kejadian logis. Andaikata, saya ingin pergi ke sebelah ruangan sana di tempat mas duduk sekarang namun untuk menuju kesana ternyata ruangan saya berada sekarang dan ruangan mas berada sekarang dibatasi dengan sebuah dinding di sebelah kirinya dan di sebelah kanannya tidak lah ditutupi apa-apa. Kita paham dan mengerti bahwa tujuan yang ingin saya capai adalah pergi kesana, ke tempat dimana mas berada namun ternyata terdapat penghalang untuk menuju kesana. Penghalangnya yakni sebuah batas yang berupa dinding di sebelah kirinya sedangkan di sebelah kanannya tidaklah terdapat apa-apa. Jika keadaan ini kita hubungkan dengan diplomasi yang ada dan tujuan yang ingin kita capai agar negeri-negeri muslim mendapatkan kedamaiannya maka tujuan perdamaian itu bagaikan saya ingin pergi ke tempat dimana mas berada sekarang dan diplomasi adalah dinding sebelah kiri yang berusaha saya lewati untuk sampai ke tempat tujuan saya itu. Tentu kita paham bahwa akan sangat sulit mencapai tujuan jika melewati dinding yang tebal itu, memang mungkin tapi tentu sangat lama. Sedangkan di samping kanan kita terdapat jalan lain yang lebih pasti untuk bisa mengantarkan kita ke tempat tujuan kita. Jadi, jika diplomasi sudah tidak bisa lagi kita harapkan untuk mengantarkan kita kepada tujuan kita, mengapa kita tidak mengambil alternatif jalan lain yang lebih pasti untuk bisa mencapai tujuan kita menyelamatkan negeri-negeri muslim di dunia yakni dengan bersatu di bawah satu Negara Islam dan berperang bersamanya?”
Dan pada akhirnya, pemaparan dari Haris tadi pun mengakhiri diskusi mereka pada hari itu. Moderator pun mengucapkan terima kasih atas diskusi yang telah berjalan dan kepada LDK Syariah Fighter yang telah bersedia hadir di tempat mereka. Sebelum pergi, Haris dan kawan-kawan pun disuguhi beraneka ragam gorengan dan minuman. Sambil sesekali bercanda dengan teman-teman HMI, mereka pun memakan makanan yang disajikan tadi. Tak lama, mereka pun pamit dan bersalam-salaman satu sama lain dalam suasana keakraban yang tak lepas dari tempat itu.
Tak terasa, waktu pun sudah mendekati Dzuhur, akhirnya mereka pun bergegas kembali ke mesjid kampus dan benar saja, sesampainya di mesjid kampus adzan pun berkumandang. Haris dan teman-temannya pun berwudhu dan bersiap untuk shalat dzuhur.
Sejenak lingkungan kampus terasa begitu hening, suara-suara mulai menghilang dari peredarannya. Bacaan ayat suci Al-Qur’an pun mulai keluar dari mulut para jamaah shalat dzuhur di mesjid kampus itu. Kicauan burung menghiasai saat itu, keadaannya begitu tenang, begitu rapi, begitu menyejukkan tanpa ada sedikitpun kecacatan di dalamnya.
Haris pun larut dalam shalatnya, merasuk begitu jauh ke dalam dirinya untuk bisa merasakan Allah ada di hadapannya dan ia sedang berbincang-bincang dengan sang Maha Pencipta tersebut. Betapa nikmatNya telah sampai padanya tanpa ia sadari bahkan mungkin ia pun jarang bersyukur kepada Allah, Sang Pemberi Nikmat. Tanpa terasa butiran putih bening pun melesak dari ujung-ujung pelupuk matanya membasahi pipinya yang lembab akibat air wudhu yang mulai mengering. Begitu nikmat dirasanya shalat berjamah itu.
Seusai shalat, Haris pun meminta Kak Shafy untuk berbicara berdua dengannya karena ada hal yang ingin ia tanyakan. Kak Shafy pun menyetujuinya, dan mereka berdua pun pergi ke sisi kanan dari mesjid kampus itu.
Hamparan rumput hijau yang ditutupi oleh pohon-pohon yang rindang menghiasi pemandangan dan kondisi di bagian sisi kanan mesjid kampus mereka itu. Begitu sejuk udara pada saat itu, menambah kenyamanan suasana yang ada. Kicau burung seolah menjadi musik pengiring yang sangat indah, bergabung dengan semilir angin yang berhembus lembut menerpa tubuh-tubuh makhluk Allah ini.
Haris dan Kak Shafy pun duduk di bawah sebuah pohon rindang di halaman mesjid kampus bagian kanan itu. Tiba-tiba, Haris pun membuka pembicaraan diantara mereka berdua.
“Kak, sebenarnya cinta itu apa? lalu, cinta yang benar itu seperti apa?” kata Haris mantap
Kak Shafy yang mendengar hal ini pun sekilas terkejut walaupun keterkejutannya itu hanya sementara dan senyuman indah darinya seketika itu pula menutupi keterkejutannya.
“Cinta? Hmmm.. Cinta itu punya begitu banyak definisi akh, sangat relatif tergantung pada orang yang merasakannya dan kemudian menyifati perasaan itu! Namun, walau begitu cinta yang benar hanya bermuara dan berakhir serta disebabkan karena satu hal saja. Cinta yang benar, cinta yang sejati dan cinta yang indah itu adalah cinta yang ada dan dirasakan karena Sang Maha Pencipta Cinta, sehingga semua yang kita rasakan kembali kepadaNya.” jawab Kak Shafy
“Ana masih bingung kak, cinta yang benar itu yang mana? Ada begitu banyak orang yang memang melakukan sesuatu “katanya” karena cinta, ada begitu banyak pula orang yang berhubungan dengan orang lain terutama lawan jenisnya dan mengatakan itu karena cinta.”
“Akh, cinta itu memang pada dasarnya sulit untuk dicari kebenarannya karena jika antum melihat zaman sekarang, cinta sudah banyak kehilangan kesuciannya. Begitu banyak orang yang salah kaprah dalam mendefinisikan cinta dan menodai kesuciannya. Ana harap, antum sebagai hamilud dakwah jangan sampai salah dalam mendifinisikannya terlebih menyifati dan mengekspresikannya!”
“Tapi kak, ana begitu takut jika berhadapan dengan cinta ini. Ketika ana ditanya oleh sahabat ana mengenai cinta itu sendiri setelah ana mengatakan bahwa apa yang ia lakukan yang katanya atas nama cinta ini adalah salah, ana terdiam dan ga bisa menjawab kak. Ana benar-benar mencari jawaban yang benar akan cinta ini, karena pada dasarnya ana pun takut menodai cinta itu sendiri.”
“Gini akh, ana ga akan menjelaskan tentang cinta ini lebih jauh. Ana akan biarkan antum mencari jawaban akan cinta itu sendiri, karena ana ga mau memberikan doktrin buta terhadap antum. Namun, ingat perkataan ana ini! Cinta yang sejati itu tidak akan pernah menyakiti, ia akan senantiasa menghiasi kehidupan kita dengan bunga-bunga kehidupan nan indah bahkan akan membuat iri para penghuni surga karena cinta yang kita rasakan, baik untuk sesama manusia apalagi kepada Allah yang lebih utama adalah cinta yang bermuara hanya kepada satu zat yakni kepada Sang Maha Pemilik Cinta itu sendiri. Maka, jika antum ingin mencari jawaban akan cinta yang benar itu seperti apa, tetaplah berjalan di jalan yang telah ana berikan tadi. Mengerti?”
“Mengerti kak! Syukron katsiron.”
“Afwan! Satu hal lagi, jika antum telah menemukan jawabannya, bisakah antum memberitahukannya kepada ana? Ana hanya ingin mendengar bagaimana jawaban yang antum berikan dan juga melihat apakah jawaban antum sudah benar atau belum, anggap saja sebagai bentuk tanggung jawab ana yang telah membiarkan antum mencari jawaban itu sendiri!”
“Baik kak, Insya Allah!”
“Baik, itu dulu ya? Ana masih ada amanah lain jadi harus pergi sekarang. Afwan, ana tinggal dulu ya?”
“Oh iya kak, ga masalah. Syukron untuk jawaban dari antum, afwan merepotkan!”
“Yup. Ana pergi dulu ya? Assalamualaikum!”
“Waalaikumussalam.”
Dan Kak Shafy pun berlalu, pergi meninggalkan Haris dalam kesendiriannya yang dipenuhi begitu banyak pertanyaan dalam pikirannya. Namun, ia tahu bahwa ia akan mencari jawaban itu dalam koridor yang telah diberikan oleh Kak Shafy tadi.
Pencarian jawaban pun dimulai…