Cinta Yang Terlupakan
Ardiannur Ar-Royya
2
Tiba-tiba,
seuntai senyuman manis datang tanpa diduga dari wajah manis Devi. Sungguh tak
bisa dipungkiri, senyumnya benar-benar mempunyai kekuatan untuk menghipnotis
setiap kaum adam yang melihatnya. Tak terkecuali dengan Rafi, ia pun
benar-benar terpesona dengan senyuman yang terlukis di wajah Devi. Namun, bukan
hanya itu yang membuatnya bahagia, tapi senyuman dari Devi baginya sudah cukup
menjadi tanda akan respon dari Devi. Dan benar saja, sembari tersenyum kepada
Rafi ia pun menganggukkan kepalanya tanda ia memang menerima perasaan Rafi.
Memang tidak salah, karena Rafi pun sebenarnya juga adalah seorang pemuda yang
tampan dan karena sikapnya yang mudah bergaul membuatnya banyak disukai dengan
teman-temannya, pun termasuk dengan para gadis. Sehingga Rafi memang sangat
cocok jika bersanding dengan Devi, dilihat dari ketampanan dan kecantikan
mereka berdua serta keadaan diri mereka masing-masing.
Hening
pun pergi menjauh dari mereka berdua, tak sanggup bertahan di dunia mereka
berdua yang sekarang penuh dengan rasa bahagia, bahagia karena perasaan mereka
berdua yang saling bersambut. Namun, tidak ada yang tahu bahwa ternyata dunia
mereka berdua juga disisipi oleh virus jahat yang terkadang tidak bisa
terdeteksi dengan mudah. Virus yang kian lama akan menjangkiti seluruh diri
mereka dan pada akhirnya benar-benar merusak diri mereka sendiri. Entah,
bisakah mereka berdua menyadari dengan sendirinya atau justru tenggelam dalam
keganasan virus tersebut. Tidak ada yang tahu!
Bagi
Rafi dan Devi, hal ini sangat menyenangkan.
Pada
awalnya mungkin, tapi hingga akhir? Sama sekali tidak ada yang akan tahu!
≡|||≡
Sementara
itu, di bagian kampus yang lain, jauh dari dunia kebahagiaan Rafi dan Devi.
Sahabatnya, Haris sedang berada di mesjid kampus yang terletak tepat di
tengah-tengah wilayah kampusnya. Seusai melaksanakan shalat dhuha, sambil duduk
di halaman mesjid yang rimbun dengan pohon-pohon menjulang tinggi menantang
langit, ia membaca sebuah buku berjudulkan “Nizhamul Ijtima’i” atau “Sistem
Pergaulan dalam Islam”. Di samping kanannya tergeletak sebuah buku berjudul
“Jalan Cinta Para Pejuang” yang kelihatan belum dibacanya karena buku itu masih
terbungkus plastik dengan rapi.
Hari
ini ia memang sedang tidak ada kuliah karena memang tidak ada satu pun mata
kuliah yang terjadwalkan masuk hari ini, jadi ia memang bebas dari kuliah saat
itu. Hanya saja, pagi ini ia ada janji dengan kakak tingkatnya dan beberapa
orang temannya untuk bersama-sama pergi ke sebuah OMEK (Organisasi Mahasiswa
Ekstra Kampus) dalam rangka menyampaikan pemikiran mengenai penolakan terhadap
kedatangan Presiden Amerika Serikat, Barrack H. Obama. Sebenarnya mereka adalah
wakil dari Lembaga Dakwah Kampus Syariah Fighter (LDK Syafi) dan kebetulan hari
ini mereka mendapat tugas untuk bersilaturahim ke lembaga HMI (Himpunan
Mahasiswa Indonesia) untuk menyampaikan wacana tersebut.
Tak
lama, teman-temannya yang satu kelompok halaqah dengannya pun berdatangan
hingga terkumpul lah lima orang disana. Kini mereka tinggal menunggu musyrib
mereka yang akan menjadi amir dalam agenda audiensi kali ini. Sambil menunggu
kedatangan musyrib mereka, perbincangan pun terjadi di antara mereka. Sedangkan
Haris masih saja sibuk berkutat dengan halaman demi halaman pada buku yang
dibacanya yakni buku berjudul Peraturan Pergaulan dalam Islam tadi.
Tiba-tiba,
sebuah ucapan salam menghentikan seluruh kegiatan mereka selama sepersekian
detik. Dan ternyata yang mengucapkan salam adalah musyrib mereka. Beliau hadir
dalam balutan baju koko berwarna biru dengan garis-garis motif daun yang
menyatu lembut berwarna biru muda serta memakai celana panjang kain berwarna
hitam dilengkapi dengan peci berwarna hitam di kepalanya. Secara bergantian,
Haris dan teman-temannya yang lain pun bersalaman dengan beliau seraya
tersenyum satu sama lain.
Penampilan
beliau yang begitu menyejukkan hadir dari pesona wajahnya yang begitu teduh dan
bersahaja, serta tanda hitam di dahi beliau yang menunjukkan beliau adalah
seorang ahli sujud. Dan jika itu hanya sekedar tampilan fisik, maka ketika
orang-orang berinteraksi dengannya dan kenal dengan dirinya pasti akan
merasakan pancaran keistimewaan pada sifat dan akhlaknya juga keideologisannya
dalam berazzam kepada din Islam. Itulah kenapa beliau begitu disukai oleh
teman-temannya, baik teman-teman seangkatan beliau di kampus, adik-adik
angkatan termasuk Haris dan teman-temannya ataupun kakak-kakak angkatan beliau.
“Bagaimana,
antum-antum sudah siap?” memulai pembicaraan di antara mereka
“Sudah
Ust, Insya Allah!” jawab Haris
“Baiklah,
kita sekarang langsung pergi ke sana, masih ada kira-kira waktu sekitar 15
menit untuk perjalanan ke sana sebelum waktu yang dijanjikan”
“Baik
Ust!” jawab mereka bersamaan sembari membereskan barang-barang dan tas mereka
Dan
setelah semua persiapan selesai, mereka pun berangkat ke tempat pertemuan. Letak
tempat pertemuan itu memang tidak terlampau jauh dari mesjid kampus, terletak
di luar lingkungan kampus yang dibatasi oleh sebuah pintu kecil yang tidak bisa
dilalui oleh kendaraan bermotor, hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.
Sambil
berjalan menuju tempat pertemuan, mereka pun membicarakan dan menentukan target
yang ingin dicapai serta wacana-wacana inti apa saja yang akan disampaikan pada
pertemuan nanti. Intinya adalah mereka ingin mencari tahu bagaimana tanggapan
teman-teman HMI dan menyampaikan wacana mengenai penolakan Obama.
Tak
lama, akhirnya mereka pun sampai di tempat pertemuan. Teman-teman HMI sudah
menunggu mereka dan sambutan hangat pun diberikan kepada rombongan mereka.
Setelah bersalaman dengan semua orang yang ada, akhirnya mereka pun duduk
beralaskan karpet berwarna hijau dan menunggu dimulainya acara audiensi kali
ini.
Kemudian
acara pun dibuka oleh pembukaan dan kata pengantar dari moderator yang berasal
dari teman-teman HMI, selanjutnya rombongan Haris pun dipersilahkan menyampaikan
pemikirannya atas wacana penolakan Obama tersebut dan pembicara pertama dari
rombongan mereka adalah ust mereka, Kak Shafy. Diawali dengan salam, kata-kata
pembuka dan ucapan terimakasih karena bersedia menerima kedatangan mereka, Kak
Shafy pun mulai menyampaikan pemikiran mereka.
“Iya,
jadi sebenarnya sudah jelas bagaimana status dari Barrack H. Obama itu sendiri.
Jika berbicara aspek hukum syara maka ia masuk dalam kategori kafir Harbi
fi’lan yakni golongan kaum kafir yang wajib dimusuhi karena mereka pun memusuhi
kaum muslim. Sehingga kewajiban untuk memerangi mereka pun secara otomatis
terikat pada kaum muslim. Jika seperti itu, tentu tidak pantas jika kita
menerima seorang kafir harbi yang sebenarnya wajib diperangi justru kita terima
kedatangannya bahkan disambut dengan sangat antusias. Di sisi lain, kita pun
melihat bagaimana kebijakan dari Presiden AS ini yang sangat menyukai perang.
Bagaimana faktanya pasukan AS yang tidak pernah ditarik dari negara-negara
muslim di timur tengah seperti Iran, Afghanistan, Palestina, dan lain
sebagainya atau seperti penjara guantanamo tempat terjadinya pelecehan dan
penghinaan terhadap Al-Qur’an yang tidak pernah ditutup hingga sekarang seperti
janji Presiden Barrack H. Obama pada saat kampanye dahulu. Jadi, kami dari LDK
Syariah Fighter bahwa Presiden Barrack H. Obama wajib dan harus ditolak
kedatangannya karena ia termasuk dalam kategori kafir harbi dan tangannya sudah
berlumuran dengan darah kaum muslim. Itu dulu mungkin yang ingin kami
sampaikan, silahkan jika ada tanggapan dari teman-teman yang lain!” jelas Kak
Shafy panjang lebar.
Itulah
kemudian akhir dari kalimat pembuka yang disampaikan oleh Kak Shafy terkait
dengan wacana dan pemikiran untuk menolak kedatangan Obama. Selanjutnya
moderator pun mempersilahkan dari teman-teman HMI jika ada tanggapan, dan
tiba-tiba seorang teman dari HMI pun menyampaikan pemikirannya.
“Terima
kasih atas kesempatannya. Mungkin apa yang saya sampaikan ini lebih bersifat
pertanyaan yakni apakah teman-teman LDK Syariah Fighter tidak melihat sisi dan
sudut pandang lain dari kedatangan Obama ke Indonesia ini misalkan seperti
aspek ekonomi. Tidak bisa ditepiskan bahwa kedatangan Obama juga membawa
beberapa agenda perjanjian dan memperbaiki kerjasama antara Indonesia dan
Amerika. Tentu ini menjadi sebuah kabar baik dan bagus untuk Indonesia, karena
disatu sisi Indonesia masih merupakan sebuah negara berkembang yang memerlukan
banyak bantuan dari negara-negara yang sudah maju untuk memperbaiki
perekonomiannya dan tentu ini sangat baik bagi Indonesia. Bagaimana jika kita
melihat aspek ini?”
Haris
pun angkat bicara…
“Memang
kedatangan Obama ke Indonesia terdapat muatan politisnya, hal ini tentu tidak
bisa dipungkiri. Ada wacana memang bahwa kedatangan Obama ke Indonesia juga
ingin memperbaiki perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Amerika Serikat
dalam hal perekonomian. Tentu ini sangat pentig bagi Indonesia untuk
memperbaiki dan meningkatkan perekonomiannya yang sangat rendah kekuatannya.
Namun, kami dari LDK Syariah Fighter tidaklah berpendapat seperti ini karena
bagi kami apa yang terjadi termasuk masalah rendahnya kekuatan ekonomi yang
dimiliki Indonesia ini ternyata mempunyai akar dan inti permasalahan lain,
yakni diterapkannya sistem Kapitalisme dalam ekonominya dan juga pasar bebas dalam
mekanisme perjalanan uang dan kekayaan yang ada. Karena inilah sesungguhnya
Indonesia menjadi lemah perekonomiannya, yang tentu sangat aneh dan tidak etis
jika Indonesia yang merupakan negara dengan sumber daya alam yang berlimpah
menjadi miskin dan lemah dalam hal perekonomiannya. Ambil kasus freeport,
pengerukan emas di Irian Jaya sana dilakukan oleh perusahaan asing ini selama
lebih dari puluhan tahun. Anehnya, pembagian keuntungannya adalah 90 persen
bagi asing dan 10 persen bagi Indonesia, ditambah lagi dengan keuntungan bagi
hasil yang bagi Indonesia hanya mendapatkannya sebesar 10 persen saja harus
dibebani lagi dengan tanggung jawab akan biaya produksi dan perawatan-perawatan
alat-alatnya jika ada kerusakan. Kasus di Exxon Mobile pun bisa jadi salah satu
bukti lain bahwa Indonesia ternyata telah dieksploitasi oleh asing dan
membuatnya miskin di negaranya sendiri. Dan karena semua itu adalah dampak dari
diterapkannya sistem ekonomi Kapitalisme maka kami pun yakin bahwa perjanjian
ekonomi dari Obama tidak akan menyelesaikan permasalahan ekonomi Indonesia
bahkan bisa jadi justru malah memperparah keadaan ekonomi Indonesia. Jikapun
kita ingin benar-benar menghilangkan permasalahan ekonomi yang ada maka kita
harus hancurkan sistem perekonomian kapitalisme yang saat ini tengah diterapkan
pada sistem perekonomian Indonesia.”
Kemudian,
temannya yang lain menambahkan…
“Kita
sadar bahwa kedatangan Obama penuh dengan muatan politis dan memang ada
“semacam” keinginan baik katanya dari Obama untuk memperbaiki perjanjian
ekonomi dengan Indonesia. Namun, apakah kita sadar dan telah melihat bagaimana
sepak terjang seorang Obama atau AS dalam kehidupan berpolitik, ekonomi di
dunia? Lihat, mereka terus saja memerangi dan menjajah negara-negara Islam
lain, mengeruk kekayaan mereka, dan lainnya. Tidak ada yang namanya sikap baik
yang dilakukan AS kepada negara-negara Islam di dunia dalam sejarah manapun.
Dan tentu, Indonesia juga merupakan sebuah negara Islam yang mayoritas
penduduknya beragama Islam sehingga bagi Obama jika ia mampu mengendalikan
Indonesia maka kebijakan imperialismenya ke negara-negara Islam lain pun akan
mudah dikarenakan kebanyakan negara-negara muslim di timur tengah berharap
banyak pada Indonesia untuk bisa menyelamatkan dan memperbaiki keadaan mereka
saat ini. Sehingga mengendalikan Indonesia sangatlah penting bagi AS agar
gelombang kebangkitan Islam bisa diredam dengan baik terutama dari Indonesia.
Pada intinya, tidaklah ada “itikad” baik dari Obama untuk negara-negara muslim
di dunia termasuk Indonesia.”
Diskusi
dan saling tukar pikiran di antara mereka terlihat semakin bertambah hidup,
dengan suasana yang santai dan tetap bersahabat tanpa ada suasana panas
sedikitpun. Tak terasa sudah lebih dari satu jam mereka berdiskusi namun belum
ada tanda-tanda untuk menghentikan diskusi itu. Ketika ada dari salah seorang
dari teman-teman HMI melontarkan wacana baru terkait isu penolakan Obama ini
maka diskusi pun berlanjut.
“Jikalau
kita berbicara masalah kedatangan Obama dan penolakannya seperti masih sangat
jauh dari yang namanya realisasi dari apa yang kita wacanakan saat ini.
Walaupun kita sudah sangat menolak kedatangan Obama, tetap saja kita hanya
mempunyai kesempatan yang sangat kecil untuk menghalangi kedatangannya bahkan
bisa jadi tidak mungkin kita bisa menghalanginya. Karena itu, jika melihat hal
ini, kenapa kita tidak mengambil alternatif lain saja yakni dengan jalan
diplomasi dan diskusi dengan Presiden Amerika Serikat itu. Dalam diskusi kita
jelaskan bagaimana pandangan kita mengenai serangan-serangan tentaranya
terhadap negeri-negeri umat Islam dan memintanya untuk menghentikannya, kita
sampaikan pula bagaimana pandangan Islam terkait permasalahan yang ada di dunia
saat ini. Bukankah dengan cara begini lebih baik dan lebih ahsan karena tanpa menumpahkan
darah sedikitpun?” pendapat yang disampaikan oleh salah seorang dari teman HMI
yang lainnya.
Kali
ini, respon dari LDK Syariah Fighter diberikan oleh seorang temannya Haris yang
duduk tepat di sebelah kirinya.
“Iya,
sebenarnya jika terkait permasalahan diplomasi yang “katanya” menjadi salah
satu jalan keluar akan permasalahan-permasalahan yang saat ini tengah dihadapi
oleh negeri-negeri Islam tentu kita sudah bisa sadar akan fakta yang selama ini
berbicara tentang diplomasi itu sendiri. Kita sudah melihat dan mengetahui
bahwa selama ini diplomasi sudah sering dilakukan, sudah sering dicanangkan,
dan sudah sering ditawarkan kepada negara-negara yang menyerang dan bersengketa
dengan negeri-negeri kaum muslim namun hasilnya nihil tanpa ada kemajuan sedikit
pun terhadap permasalahan yang ada. PBB, Liga Arab, Lembaga-lembaga HAM, dan
lain sebagainya tidaklah memberikan hasil dan keberuntungan yang berarti bagi
negeri-negeri kaum muslim yang diinvansi bahkan cenderung hasil dari diplomasi
itu sendiri justru lebih melenggangkan jalan sang penjajah untuk menginvansi
negeri-negeri kaum muslim itu sendiri. Tentu ini adalah fakta yang dapat
menjadi kesimpulan bagi kita bahwa diplomasi tidak lah bisa menyelesaikan
masalah yang ada. Diplomasi hanya sekedar dijadikan alat untuk lebih menanamkan
intervensi asing dan musuh-musuh Islam terhadap negeri-negeri muslim yang ada
itu sendiri. Selain itu pun sesungguhnya Obama tidak layak, sama sekali tidak
layak untuk diterima dengan sikap dan sambutan yang baik karena status seorang
Obama yang tadi sudah disampaikan pada awal diskusi kita juga fakta-fakta yang
telah dilakukannya terhadap kaum-kaum muslim di dunia.”
Haris
pun menambahkan untuk terakhir kalinya.
“Baik,
sedikit saya ingin menambahkan berkaitan dengan permasalahan diplomasi tadi,
maka untuk sementara saya ingin mengajak teman-teman berpikir mengenai sebuah
kejadian logis. Andaikata, saya ingin pergi ke sebelah ruangan sana di tempat
mas duduk sekarang namun untuk menuju kesana ternyata ruangan saya berada sekarang
dan ruangan mas berada sekarang dibatasi dengan sebuah dinding di sebelah
kirinya dan di sebelah kanannya tidak lah ditutupi apa-apa. Kita paham dan
mengerti bahwa tujuan yang ingin saya capai adalah pergi kesana, ke tempat
dimana mas berada namun ternyata terdapat penghalang untuk menuju kesana.
Penghalangnya yakni sebuah batas yang berupa dinding di sebelah kirinya
sedangkan di sebelah kanannya tidaklah terdapat apa-apa. Jika keadaan ini kita
hubungkan dengan diplomasi yang ada dan tujuan yang ingin kita capai agar
negeri-negeri muslim mendapatkan kedamaiannya maka tujuan perdamaian itu
bagaikan saya ingin pergi ke tempat dimana mas berada sekarang dan diplomasi
adalah dinding sebelah kiri yang berusaha saya lewati untuk sampai ke tempat
tujuan saya itu. Tentu kita paham bahwa akan sangat sulit mencapai tujuan jika
melewati dinding yang tebal itu, memang mungkin tapi tentu sangat lama.
Sedangkan di samping kanan kita terdapat jalan lain yang lebih pasti untuk bisa
mengantarkan kita ke tempat tujuan kita. Jadi, jika diplomasi sudah tidak bisa
lagi kita harapkan untuk mengantarkan kita kepada tujuan kita, mengapa kita
tidak mengambil alternatif jalan lain yang lebih pasti untuk bisa mencapai
tujuan kita menyelamatkan negeri-negeri muslim di dunia yakni dengan bersatu di
bawah satu Negara Islam dan berperang bersamanya?”
Dan
pada akhirnya, pemaparan dari Haris tadi pun mengakhiri diskusi mereka pada
hari itu. Moderator pun mengucapkan terima kasih atas diskusi yang telah
berjalan dan kepada LDK Syariah Fighter yang telah bersedia hadir di tempat
mereka. Sebelum pergi, Haris dan kawan-kawan pun disuguhi beraneka ragam
gorengan dan minuman. Sambil sesekali bercanda dengan teman-teman HMI, mereka
pun memakan makanan yang disajikan tadi. Tak lama, mereka pun pamit dan
bersalam-salaman satu sama lain dalam suasana keakraban yang tak lepas dari
tempat itu.
Tak
terasa, waktu pun sudah mendekati Dzuhur, akhirnya mereka pun bergegas kembali
ke mesjid kampus dan benar saja, sesampainya di mesjid kampus adzan pun berkumandang.
Haris dan teman-temannya pun berwudhu dan bersiap untuk shalat dzuhur.
Sejenak
lingkungan kampus terasa begitu hening, suara-suara mulai menghilang dari
peredarannya. Bacaan ayat suci Al-Qur’an pun mulai keluar dari mulut para
jamaah shalat dzuhur di mesjid kampus itu. Kicauan burung menghiasai saat itu,
keadaannya begitu tenang, begitu rapi, begitu menyejukkan tanpa ada sedikitpun
kecacatan di dalamnya.
Haris
pun larut dalam shalatnya, merasuk begitu jauh ke dalam dirinya untuk bisa
merasakan Allah ada di hadapannya dan ia sedang berbincang-bincang dengan sang
Maha Pencipta tersebut. Betapa nikmatNya telah sampai padanya tanpa ia sadari
bahkan mungkin ia pun jarang bersyukur kepada Allah, Sang Pemberi Nikmat. Tanpa
terasa butiran putih bening pun melesak dari ujung-ujung pelupuk matanya
membasahi pipinya yang lembab akibat air wudhu yang mulai mengering. Begitu
nikmat dirasanya shalat berjamah itu.
Seusai
shalat, Haris pun meminta Kak Shafy untuk berbicara berdua dengannya karena ada
hal yang ingin ia tanyakan. Kak Shafy pun menyetujuinya, dan mereka berdua pun
pergi ke sisi kanan dari mesjid kampus itu.
Hamparan
rumput hijau yang ditutupi oleh pohon-pohon yang rindang menghiasi pemandangan
dan kondisi di bagian sisi kanan mesjid kampus mereka itu. Begitu sejuk udara
pada saat itu, menambah kenyamanan suasana yang ada. Kicau burung seolah
menjadi musik pengiring yang sangat indah, bergabung dengan semilir angin yang
berhembus lembut menerpa tubuh-tubuh makhluk Allah ini.
Haris
dan Kak Shafy pun duduk di bawah sebuah pohon rindang di halaman mesjid kampus
bagian kanan itu. Tiba-tiba, Haris pun membuka pembicaraan diantara mereka
berdua.
“Kak,
sebenarnya cinta itu apa? lalu, cinta yang benar itu seperti apa?” kata Haris
mantap
Kak
Shafy yang mendengar hal ini pun sekilas terkejut walaupun keterkejutannya itu
hanya sementara dan senyuman indah darinya seketika itu pula menutupi
keterkejutannya.
“Cinta?
Hmmm.. Cinta itu punya begitu banyak definisi akh, sangat relatif tergantung
pada orang yang merasakannya dan kemudian menyifati perasaan itu! Namun, walau
begitu cinta yang benar hanya bermuara dan berakhir serta disebabkan karena
satu hal saja. Cinta yang benar, cinta yang sejati dan cinta yang indah itu
adalah cinta yang ada dan dirasakan karena Sang Maha Pencipta Cinta, sehingga
semua yang kita rasakan kembali kepadaNya.” jawab Kak Shafy
“Ana
masih bingung kak, cinta yang benar itu yang mana? Ada begitu banyak orang yang
memang melakukan sesuatu “katanya” karena cinta, ada begitu banyak pula orang
yang berhubungan dengan orang lain terutama lawan jenisnya dan mengatakan itu
karena cinta.”
“Akh,
cinta itu memang pada dasarnya sulit untuk dicari kebenarannya karena jika
antum melihat zaman sekarang, cinta sudah banyak kehilangan kesuciannya. Begitu
banyak orang yang salah kaprah dalam mendefinisikan cinta dan menodai
kesuciannya. Ana harap, antum sebagai hamilud dakwah jangan sampai salah dalam
mendifinisikannya terlebih menyifati dan mengekspresikannya!”
“Tapi
kak, ana begitu takut jika berhadapan dengan cinta ini. Ketika ana ditanya oleh
sahabat ana mengenai cinta itu sendiri setelah ana mengatakan bahwa apa yang ia
lakukan yang katanya atas nama cinta ini adalah salah, ana terdiam dan ga bisa
menjawab kak. Ana benar-benar mencari jawaban yang benar akan cinta ini, karena
pada dasarnya ana pun takut menodai cinta itu sendiri.”
“Gini
akh, ana ga akan menjelaskan tentang cinta ini lebih jauh. Ana akan biarkan
antum mencari jawaban akan cinta itu sendiri, karena ana ga mau memberikan
doktrin buta terhadap antum. Namun, ingat perkataan ana ini! Cinta yang sejati
itu tidak akan pernah menyakiti, ia akan senantiasa menghiasi kehidupan kita
dengan bunga-bunga kehidupan nan indah bahkan akan membuat iri para penghuni
surga karena cinta yang kita rasakan, baik untuk sesama manusia apalagi kepada
Allah yang lebih utama adalah cinta yang bermuara hanya kepada satu zat yakni
kepada Sang Maha Pemilik Cinta itu sendiri. Maka, jika antum ingin mencari
jawaban akan cinta yang benar itu seperti apa, tetaplah berjalan di jalan yang
telah ana berikan tadi. Mengerti?”
“Mengerti
kak! Syukron katsiron.”
“Afwan!
Satu hal lagi, jika antum telah menemukan jawabannya, bisakah antum
memberitahukannya kepada ana? Ana hanya ingin mendengar bagaimana jawaban yang
antum berikan dan juga melihat apakah jawaban antum sudah benar atau belum,
anggap saja sebagai bentuk tanggung jawab ana yang telah membiarkan antum
mencari jawaban itu sendiri!”
“Baik
kak, Insya Allah!”
“Baik,
itu dulu ya? Ana masih ada amanah lain jadi harus pergi sekarang. Afwan, ana
tinggal dulu ya?”
“Oh
iya kak, ga masalah. Syukron untuk jawaban dari antum, afwan merepotkan!”
“Yup.
Ana pergi dulu ya? Assalamualaikum!”
“Waalaikumussalam.”
Dan
Kak Shafy pun berlalu, pergi meninggalkan Haris dalam kesendiriannya yang dipenuhi
begitu banyak pertanyaan dalam pikirannya. Namun, ia tahu bahwa ia akan mencari
jawaban itu dalam koridor yang telah diberikan oleh Kak Shafy tadi.
Pencarian
jawaban pun dimulai…